Kamis, 22 Maret 2012

Episode #5: Tolak BBM untuk Siapa?

[Monggo diklik buat memperbesar]
Manusia memang paling pandai melihat kesalahan orang lain -mungkin juga kesalahan sistem pemerintah. Tapi, paling sulit melihat kesalahannya sendiri. Ironi sekali, menolak BBM atas nama rakyat kecil, tapi premium yang disubsidi masih disedot juga untuk kepentingan pribadi. Mari mengoreksi diri, jangan sampai menjadi orang yang hanya bisa menuntut, tapi nggak mau berubah. :)

4 komentar:

  1. Masih kerenan ente, Nif. Follow ya. baru soalnya. :)

    BalasHapus
  2. seharusnya perbaiki dulu sistem regulasi terkait kontrol distribusi subsidi BBM Indonesia. baru pemerintah bisa menaikan harga BBM. kalo regulasinya kontrol cuma sampai pertamina dan tidak sampai ke konsumen, ya ketika BBM naik tetap saja orang kaya pakai premium. coba dipikir. ibarat main game tapi peraturan permainannya ga ada, ya pasti bikin bingung.

    kalo seandainya BBM naik dengan alasan alokasi dana subsidi akan dialihkan ke pos yang lain. pertanyaannya pos mana? di APBN 2011, subsidi mendapat porsi 26% (peringkat 1), kalo 2012 alokasi dana terbesar adalah untuk "gaji pegawai" (termasuk DPR) sebesar 22,37%, dan subsidi hanya 20,64%.

    pertanyaannya, benarkan kenaikan BBM benar-benar untuk rakyat?

    BalasHapus
  3. Saya sepakat dengan pendapat Abang di paragraf awal. Tetapi, kita terdesak terus oleh kenaikan harga BBM dunia. Sedangkan lifting minyak yang dihasilkan oleh Pertamina tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri. Produksi BBM kita 900 bph, sedangkan Pertamina menargetkan menargetkan lifting 130 ribu bph april ini. Padahal, Indonesia menyedot BBM 1,3 juta bph untuk dikonsumsi. Nah loh, jompang banget bang. Setiap harinya kita harus mengimpor sekitar 400 rb barel lagi. Indonesia masih harus mengikuti harga BBM dunia yang sedang merangkak naik. Kenapa? Perusahaan-perusahan energi tersebut berbasiskan korporasi. Ya, pasti keuntungan yang no. 1. Di samping subsidi memang harus dibenahi, saya sepakat, dengan kondisi saat ini, Indonesia harus menaikkan harga BBM. Ini dilakukan agar mendesak kita untuk tidak terlalu boros.

    Memang itu pertanyaan yang masih harus dijawab oleh masyarakat yang pro kenaikan BBM. Tapi efek efisiensinya lebih bermanfaat justru. Makanya, kebijakan kenaikan BBM ini ga bisa berdiri sendiri, harus ada keijakan lain yang mendukung. Termasuk kebijakan alternatif energi -dalam hal ini saya setuju dengan gas dan listrik- dan alokasi dana subsidi. Saya pikir, alokasi APBN memang masih belum merata sepenuhnya. Menurut saya, alokasi dana subsidi dapat dialokasikan ke pemberdayaan pertanian dan infrastuktur. Ini pasti jauh lebih bermanfaat, karena jelas uangnya diputar bukan buat dikonsumsi habis.

    Ya saya juga akan kontra kalau dana APBN itu dialokasikan ke gaji pegawai -saya belum tahu alokasi gaji DPR seberapa besar. Namun, konsekuensi BBM dinaikkan, secara kuantitas "gaya hidup" pemerintah yang diperoleh dari uang negara harus diturunkan juga. Biar fair.

    Wallahu'alam bang Win Ariga, sebagian kebenaran bisa jadi ada pada saya, bisa jadi sebagiannya lagi ada sama abang. :)

    BalasHapus